Ghibah Dalam Kitab Tanbihul Ghafilin Karya Imam Abul Laits As Samarkandi

Pengertian Ghibah Dalam Kitab Tanbihul Ghafilin Karya Imam Abul Laits As Samarkandi. Ghibah/menggunjing adalah membicarakan suatu fakta pada diri orang lain yang ia tidak suka jika fakta tersebut dibicarakan. Jika sesuatu yang tersampaikan itu bukan fakta maka tidak lagi ghibah/menggunjing namanya, tapi ‘buhtan’, atau dalam bahasa kita biasa disebut fitnah.

 Ulama mutaqaddimin bahkan dawuh, ketika ada yang berkomentar tentang pakaian seseorang, semisal “Baju fulan itu lho kekecilan”, itu saja sudah termasuk ghibah, apalagi jika yang dibicarakan adalah fisiknya?

Kata sebagian Ulama, pada masa Rasulullah Saw, jika ada yang menggunjing orang lain maka akan tersebar bau busuk dari majlis ghibah itu. Adapun jaman sekarang tidak lagi tercium bau busuk karena ghibah sudah merata saking banyaknya, sehingga orang tidak lagi mengenali bau busuk majlis ghibah lagi, karena sudah saking terbiasanya dengan bau itu.

Imam Hasan Al Bashri pernah mendapatkan informasi bahwa beliau telah digunjing oleh seseorang, maka beliau pun menghadiahi pelakunya dengan senampan anggur seraya berkata, “Katanya kamu habis menghadiahkan amal kebaikanmu kepadaku, maka ini saya mau membalasnya, dan maaf, saya tidak bisa membalas kebaikanmu dengan sepadan.”

Baca juga:  Jika Cebong dan Kampret Dipakai Untuk Para Pendukung Capres, Lalu Sebutan Apa Untuk Menggantikannya

Anas bin Malik Ra. pun pernah meriwayatkan dari Rasulullah Saw, sungguh beliau telah bersabda, “Empat hal bisa membatalkan puasa, membatalkan wudhu, dan menghancurkan pahala amal : ghibah, bohong, adu domba, dan melihat wanita yang ia tidak halal melihatnya. Kesemuanya itu menyirami akar keburukan sebagimana air menyirami akar pohon. Dan minum arak berada diatas semua dosa² itu.”

Bagaimana Taubatnya orang Ghibah?

Apakah taubatnya orang yang ghibah itu cukup tanpa meminta maaf pada korban ghibahnya secara langsung? Sebagian Ulama berkata cukup, dan yang lain berkata tidak cukup selama belum meminta halalnya. Tapi menurut kami (Imam As Samarqandi), yang tepat adalah diperinci hukumnya. Bila perbuatan ghibahnya sudah diketahui oleh korban maka harus menemui dan memohon halalnya.

Namun, jika tidak sampai diketahui korban maka tidak perlu, karena jika memberitahunya justru akan mengganggu suasana batinnya, maka tobatnya cukup dengan memohon ampun kepada Allah SWT dan bertekad tidak akan mengulanginya lagi.

Jika tidak melakukan ghibah, justru malah sudah buhtan/ fitnah atas orang lain, maka taubatnya harus memenuhi tiga unsur. Pertama harus menemui setiap orang yang telah mendengar fitnah kebohongannya dan mengklarifikasi bahwa yang telah ia ucapkan itu adalah fitnah (di zaman medsos, syarat ini teramat sangat sulit dilaksanakan, karena sekali informasi hoax menyebar maka klarifikasi tidak lagi banyak bermanfaat. Dan mencari siapa saja yang telah termakan hoax pun mustahil.

Baca juga:  Nasehat Syekh Ali Jaber Tentang Wanita Yang Tak Memakai Jilbab

Maka tobat dari hoax zaman sekarang sangat sulit terpenuhi). Unsur kedua, harus menemui korban yang difitnah dan memohon maaf kepadanya. Dan ketiga, bertobat kepada Allah SWT dan bertekad tidak akan pernah mengulangi lagi.

Ada tiga orang, yang menggunjingkan mereka tidak lah dikatakan ghibah yang berdosa, yaitu menggunjing pemimpin yang zhalim, pendosa yang terang-terangan dengan kemaksiatannya, dan pelaku bid’ah. Namun, ini adalah jika yang digunjing sebatas perbuatannya, pemikirannya, atau kesalahannya. Jika yang digunjingkan dari ketiga orang itu adalah semisal fisiknya maka tetap dinamakan ghibah yang berdosa.

Macam-macam Ghibah

Ghibah ada empat macam, ghibah yang menjadikan pelakunya bisa kafir, ghibah munafik, ghibah maksiat umum, dan ghibah yang boleh.

Pertama ghibah yang bisa menjadikan pelakunya kafir adalah jika dia diingatkan “Jangan menggunjing!” malah berkata “Saya tidak menggunjing, ngga ada yang salah dari omongan saya”.

Seraya menganggap perbuatannya itu boleh dan tidak berdosa, maka ia telah diharamkan oleh Allah SWT, dan ini bisa menyebabkan kafir/murtad.

Baca juga:  Kecenderungan Menumpuk Kekayaan

Kedua, ghibah munafik, adalah ketika menggunjing seseorang dengan mensamarkan namanya saja. Padahal yang diajak ghibah pun tau siapa yang dimaksud. Tapi ketika ditanya ia mengelak dan merasa telah berbuat wara’. maka sebenarnya itu adalah tukang gunjing munafik.

Ketiga dan keempat sebagaimana yang dijelaskan pada poin² sebelumnya.

Betapa besarnya dosa fitnah hingga Allah SWT dalam firman-Nya menyandingkan kekafiran dengannya. “..maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” (QS. Al Hajj : 30).

Wa Allah ta’ala a’lam

Komentar Facebook
0