Sejarah Islam Masuk di Indonesia, Islam yang Moderat, Inklusif, dan Toleran

Keunikan Islam di Indonesia selama ini, dikenal sebagai Islam moderat, inklusif, dan toleran. Tentu, berbeda jauh dengan Islam lain di belahan dunia manapun, meski pada dasarnya memiliki sumber pedoman sama: yaitu Alquran dan Hadits. Bila dibandingkan dengan Islam di Timur Tengah yang cenderung radikal, eksklusif, dan in-toleran, Islam di Indonesia punya corak unik, ini tentu tidak lepas dari pengaruh sejarah penyebarannya saat kali pertama masuk ke nusantara.

Islam di Indonesia dalam sejarahnya, adalah bentuk utama yang disebarkan – sebagai agama yang berhasil membuka ruang terjadinya dialektika antara keyakinan masyarakat terhadap Islam itu sendiri — dengan budaya lokal di nusantara. Islam menyebar ke seluruh wilayah dengan berjalan amat damai dan mulus. Islam bersifat fleksibel atau dalam hal ini “universal” dan budaya-budaya lokal di Indonesia yang akomodatif, dianggap sebagai pilar penyangga utama.

Beragam pendapat dikemukakan oleh para ahli sejarah mengenai siapa penyebar Islam pertama kali di Indonesia. Sampai ditemukan sebagian besar orientalis; mengkaji penyebaran agama ajaran Kanjeng Nabi Muhammad ke wilayah Asia Tenggara, berkesimpulan bahwa Islam yang dibawa ke kepulauan Melayu, berasal dari anak benua India, bukan Arab, atau Persia.

Isma’il Hameed dalam “A Survey of Theories on the Introduction of Islam in the Malay Archipelago” menyatakan penemuan-penemuan terbaru tentang relasi antara India Selatan dan kepulauan Melayu, membuktikan bahwa para pendakwah Muslim dari India memainkan peran dalam Islamisasi kepulauan Melayu. Sungguh, kontribusi mereka, demikian juga kontribusi orang-orang Arab, Persia, dan penduduk pribumi, telah membantu penyebaran Islam ke seluruh wilayah nusantara. Namun hal ini bukan berarti menolak peran penting para pendakwah Arab dalam membuka jalan penyebaran Islam ke berbagai wilayah di kepulauan Melayu.

Baca juga:  Tawakal Tidak Sekadar Pasrah, Tetapi Juga Ikhtiar

“Kalau dilihat secara doktrinal kenapa Islam itu kemudian bisa diterima luar biasa oleh orang Indonesia yang pada waktu itu mayoritas beragama Hindu, sebenarnya masih bisa diperdebatkan. Ada sebuah sumber yang mengatakan sebelum Islam dibawa orang-orang India dan Gujarat, ada seorang Arab sebenarnya, yang dia membawa Islam ke sini tapi tidak berhasil. Kenapa tidak berhasil? Ya, karena dia langsung membawa ajaran Islam Arab ke tanah Jawa secara tulen beserta budaya-budayanya, akhirnya tidak mendapat kecocokan dengan budaya lokal (Jawa). Jadi mengalami penolakan oleh masyarakat lokal di sini yang sudah mengakar kuat kultur Hindu,” ujar Dr. Nanang Nurcholis, S. Th. I, MA yang juga Dosen Fakultas Agama Islam dan Pasca-sarjana Universitas Wahid Hasyim Semarang ahli studi Islam inter-disipliner saat ditemui sambil berbincang santai di Kantor Dinasnya, Universitas Wahid Hasyim, Semarang, beberapa waktu silam.

Menurut Nanang, mulai dari abad ke 5 sampai ke 13, berarti hampir 800 tahun budaya Hindu mengakar kuat di Jawa. Hal ini bisa ditinjau melalui riset yang dilakukan Mukti Ali bahwa pada abad ke 17 dan 18 hukum Mano (Hindu India) masih dipraktekkan oleh masyarakat lokal Jawa. Salah satu alasan kuat kenapa Islam bisa sampai diterima oleh masyarakat Indonesia, karena antara Islam yang datang dari India dengan budaya Hindu yang mengakar kuat di nusantara pada saat itu, ada kecocokan. Berbanding terbalik dengan yang disajikan oleh Islam Arab yang mempertahankan ketulenannya saat akan disebarkan.

Baca juga:  Esensi Doa, Bukan Hanya Sekadar Meminta

“Sebenarnya, ketika Islam datang ke India jugalah Islam yang berasal dari Arab, kemudian masuk ke India Selatan. Istilahnya, dari orang Arab yang datang ke India itu tidak sekadar transit, tapi India Selatan menjadi tempat persinggahan sekaligus juga jadi tempat interaksi dan akulturasi budaya di situ. Buktinya ada Mappila, sejak dulu sampai sekarang Mappila Muslim atau di sana biasa disebut Moplah itu adalah komunitas muslim yang dia merupakan produk peranakan Arab-India. Jadi orang Arab yang datang di situ bermigrasi untuk dagang atau menyebarkan Islam kemudian mereka menikah dengan Hindu lokal. Sehingga mereka melahirkan keturunan yang namanya Mappila,” kata Nanang.

“Islam sudah berakulturasi antara Islam yang datang dari Arab ke India Selatan, kemudian baru datang ke Jawa. Datang ke Jawa dia seperti melihat ada kecocokan. Kenapa bisa sampai ada kecocokan? Ya karena ini Islam yang sudah bukan Islam Arab tulen lagi. Ini jadi Islam yang sebenarnya sudah berakulturasi dan bersintesis dengan budaya India, sehingga, ibaratnya seperti melihat saudara tua (leluhur). Oleh karena itulah sebenarnya, kemudian Islam bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat lokal Indonesia, oleh orang-orang Jawa. Karena rasa-rasanya bukan Arab tulen lagi, tapi sudah terasa India,” ujarnya, melanjutkan.

Bahkan bisa dikatakan, masyarakat Jawa dulunya banyak yang menganut Islam Kejawen, atau percaya terhadap adanya kekuatan lain selain kekuatan Allah hasil dari kepercayaan terhadap budaya leluhur. Walaupun mereka telah memiliki suatu agama secara formal, namun untuk urusan aktivitas sosial masih nampak ada suatu sistem kepercayaan yang masih kuat dalam kehidupan religinya, seperti kepercayaan terhadap dewa-dewa, benda-benda pusaka, makhluk halus, dan roh leluhur.

Baca juga:  Perintah Salat Tahajud di Balik Makna Lirik Lagu Sebelum Cahaya Letto

“Saya membuktikan adanya relasi. Contoh relasi komersial, dan ada juga relasi sosial, menunjukkan hubungan khas antara Arab dengan India. Semisal di Arab ada komunitas Hindu pada waktu itu; seperti Assabhijah, Alhammiroh, Attakakirob di India pun ada, seperti Moplah contohnya yang menujukkan bahwa antara Arab dan India sudah punya relasi yang kuat sejak lama, bahkan jauh sebelum Islam datang. Kemudian masuk ke sini, ke Jawa yang mata rantainya pertama kali di ujung Aceh, kemudian ke Banten. Kemudian baru ke pesisir tengah, kemudian pesisir timur.

Bagaimana cara agen budaya India itu punya kontribusi dalam membentuk formasi Islam Jawa, masih amat menarik untuk terus dikaji dan dipelajari,” tutur Dr. Nanang menjelaskan dasar penting yang menjembatani Islam India hingga dapat diterima masyarakat lokal nusantara. Terutama orang Jawa.

Selain itu, Islam di nusantara juga masuk lewat agen-agen muslim pembawa perubahan. Sosok-sosok inilah yang membuat jembatan khusus agar Islam semakin mudah diterima, dan masuk ke wilayah kerajaan. Dikenal di kalangan luas, dan banyak disebutkan jejak sejarahnya menyebarkan ajaran Islam; major agen yaitu para sufi, sedang minor agen adalah syahbandar, penerjemah, pedagang, saudagar, kemudian budak tawanan perang, dan terutama peran dari penguasa setempat.
Komentar Facebook
0