Hukum Seputar Khamr; Bagaimana Jika Menggunakannya Untuk Berobat?

Penulis: Mujib Romadlon

Pengajian hadis bulughul maram kali ini, perlu kiranya untuk mengawali pembahasan dengan adanya kesepakatan bersama tentang alih-bahasa yang tepat dari ‘khamr’ terlebih dahulu. 


Apakah tepat? Bila khamr diterjemahkan sebagai alkohol dalam arti salah satu jenis bahan kimia saja. Ataukah khamr itu merupakan minuman yang mengandung alkohol di dalamnya?

Perlu diperhatikan bahwa, yang tepat pada khamr itu adalah alkohol yang berada dalam minuman dan juga merupakan senyawa etanol. 


Senyawa inilah yang menjadi bahan dasar pembuatan minuman keras. Etanol dalam minuman beralkohol sendiri adalah bahan psikoaktif yang menjadi sebab utama para peminumnya untuk mengalami mabuk dan penurunan kesadaran.

Sementara alkohol yang digunakan sebagai bahan kimia dan biasanya ada dalam pengobatan, sama sekali tidak bisa dikonsumsi tubuh. Karena kadar atau takarannya sudah sangat berbeda. 


Jadi jangan sampai salah! Khamr adalah minuman beralkohol atau biasa disebut dengan ‘araq. penyulingan anggur di Arab dikenal ‘araq yang berarti penuh keringat. 

Bahasa ini didapat dari melihat cara proses penyulingannya, tetesan yang naik dari uap anggur dan mengembun di sisi labu yang mirip dengan tetes keringat.

Mengenai hukum keharaman terhadap khamr itu sudah tidak perlu ditawar lagi. Ulama semua sepakat bahwa Islam sangat melarang perbuatan tersebut. Nah dalam pengharaman terhadap khamr ini, terdapat hukum yang tidak sekali jadi. Tapi diketahui bahwa ada proses yang dilewati, bahwa dalil ayat al-Qur’an pengharaman terhadap minum khamr pada Arab Jahiliyah turun satu per satu,

Saat itu Sayidina Umar ra. berdo’a, “Ya Allah saya minta jelaskan pada kami tentang hukum arak?”

Kemudian turunlah ayat QS. Al-Baqarah (2): 219

يَسْــئَلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۗ قُلْ فِيْهِمَاۤ اِثْمٌ کَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِ ۖ وَاِثْمُهُمَاۤ اَکْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَا ۗ … 
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya…” 

Itu adalah ayat pertama tentang pelarangan khamr, masih baru berbicara tentang keburukan terhadap minuman beralkohol, belum dilarang secara permanen. 


Kemudian ada kasus dimana Sayidina Ali kw. dalam keadaan mabuk mengimami sholat. Nah Ayat yang harusnya dibaca “qul ya ayyuhal kafirun laa a’budu ma ta’budun” (ucapkanlah, wahai orang kafir. Aku tidak menyembah apa yang kalian sembah).

Baca juga:  Keharaman Mengkonsumsi Daging Keledai Peliharaan dan Kisah tentang Abu Tholhah

Nah Sayidina Ali kw. Menghilangkan lafal ‘laa’ pada QS. Al-Kafirun tersebut, yang menyebabkan maknanya berubah menjadi: “Ucapkanlah, wahai orang kafir. Aku menyembah apa yang kalian sembah”.

Hal ini kemudian mengakibatkan turun ayat kedua terkait khamr pada QS. An-Nisa’ (4): Ayat 43:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْـتُمْ سُكَارٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗ 
“Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati sholat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekadar melewati untuk jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub)…”. 

Ayat ini melarang khamr, tapi hanya pada saat kondisi shalat saja. Di luar shalat, para sahabat masih terikat tradisi Arab Jahiliyah. Lagi-lagi sayidina Umar ra. berdo’a kembali untuk meminta hukum tentang khamr:

Nah dari situ, muncul sebuah konflik sesama internal sahabat Nabi saw. Saat itu, perkelahian sesama sahabat hampir saja memecah-belah persatuan umat muslim. 


Nah hal ini menjadi penyebab utama, untuk selanjutnya sampai kita kenal sekarang ini. Bahwa dalam Islam, sangat melarang konsumsi terhadap khamr. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 90:/

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ 

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” 

Ayat yang ketiga di atas. Menjadi puncak keharaman minuman khamr dalam Syari’at Islam.

Baca juga:  Ngaji Gus Rum; Meskipun Bangkai, Kulit Binatang Bisa Disucikan Dengan Disamak

Dengan cara inilah, proses pengharaman khamr yang bertahap mengindikasikan bahwa dalam merubah apa yang sudah melekat di tengah tradisi masyarakat tidak bisa seketika jadi, seorang muslim harus luwes dan fleksibel terhadap tahapan dakwah dan diakhiri dengan sebuah tujuan yang matang.

Lantas Bagaimana Hukumnya menggunakan Khamr dalam berobat?
Suatu kali Syekh al-Fudlail bin ‘Iyadl berkunjung ke salah seorang muridnya yang sedang sekarat. Perlahan-lahan sang guru pun menuntunnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Sayangnya, lidah sang murid seperti terkunci tiap kali melantunkan kalimat suci itu.

“Aku tak sanggup mengatakannya. Aku sudah terlepas darinya,” kaya murid al-Fudlail bin ‘Iyadl.

Al-Fudlail tahu muridnya tersebut sangat saleh, dan tak terpikir ia bakal mengalami akhir hayat yang menyedihkan seperti itu. Al-Fudlail pun keluar dari rumah sang murid dengan kondisi mata memerah. Ia tak kuasa menahan tangis.

Pada hari berikutnya al-Fudlail berjumpa dengan sang murid dalam mimpi. Ulama sufi ini melihat muridnya itu sedang diseret ke neraka.

“Wahai muridku, mengapa ma’rifatmu kepada Allah bisa tercerabut?” Tanya al-Fudlail.

“Wahai guruku, aku pernah didera sakit, lantas aku datang ke salah seorang tabib (dokter). Sang dokter menasihatiku agar meminum khamr setahun sekali. Menurutnya bila aku tidak melakukannya maka penyakitku akan tetap menyakitiku.”

Sang murid mengaku patuh dengan nasihat dokter itu. Sebagai pasien ia meminum khamr saban tahun demi sebuah kesembuhan.

Rupanya barang haram yang ada dalam tubuh murid itu berdampak sedemikian jauh terhadap kondisi batinnya. Padahal, ia mengonsumsi khamr dalam rangka berobat, lalu bagaimana bila hal itu ia lakukan semata untuk memuaskan nafsu dan bersenang-senang?

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ شَربَ خَمرا أخرج الله نورَ الإِيْماَنِ مِن جَوفِه 

“Barangsiapa meminum khamar maka Allah keluarkan cahaya imam dari perutnya.” (HR at-Thabrani). 

Hadis Bulughul Maram; Hadis Anas bin Malik Perubahan dari Khamr ke Cuka

Dari Anas bin Malik ra. “Rasulullah ditanya tentang khamr yang akan diubah menjadi cuka”.

Hadis di atas berlatar belakang Abu Thalhah yang bertanya kepada Nabi tentang anak yatim yang mendapatkan warisan khamar.


Kemudian Nabi bersabda, “maka tumpahkanlah dia.” Abu Thalhah menyatakan apakah tak sebaiknya dibuat cuka saja. Namun Nabi menjawab, “tidak”.

Baca juga:  Jangan Memahami Hadis Secara Sepotong: Ketahuilah Keseluruhan Konteksnya

Pada masa Rasulullah, pembuatan cuka menggunakan bahan baku yang kaya akan gula.

Gula sendiri, seperti sukrosa dan glukosa, dalam pembuatannya melibatkan proses fermentasi alkohol dan fermentasi cuka/asam asetat secara berkesinambungan.

Secara kimiawi, perubahan utama yang terjadi mula-mula gula diubah menjadi alkohol (etanol) lalu menjadi cuka/asetat secara terus menerus. Apabila cuka terbuat dari bahan-bahan tersebut biasa disebut dengan vinegar saja.

Nah sedangkan maksud hadis riwayat Anas ra. Cuka yang ingin dibuat oleh Abu Thalhah adalah cuka yang dibuat dari bahan minuman beralkohol, (khamr yang diwariskan kepada seorang anak yatim). Bahan khamr ini memang dapat pula diubah menjadi cuka’ melalui proses fermentasi. Yang pada akhirnya proses fermentasi tersebut mampu mengubah alkohol menjadi asam asetat.

Cara pembuatan cuka dengan mengubah dari khamr inilah yang dilarang oleh Nabi saw. Namun ini berbeda dengan pembuatan cuka yang alami dari berbahan gula, yang secara perlahan natural menjadi cuka. Cuka-vinegar ini boleh, sedang cuka-khamr itu tidak boleh.

Untuk mengubah khamr/minuman keras menjadi cuka-khamr tak dapat terjadi jika tak ada campur tangan manusia. Maksudnya, khamr harus dikeluarkan dari wadahnya yang kecil ke wadah yang lebih terbuka. Dan dibiarkan dalam suhu ruangan yang lebih besar. Kadang pula ditambahkan beberapa hal lain. 


Sebaliknya bila khamr-minuman keras itu dibiarkan tetap saja dalam botol seumpamanya. Maka kecil kemungkinannya untuk dapat berubah menjadi cuka.

Cuka sendiri telah lama dikenal dalam peradaban Arab Jahiliyah. Bahkan dalam hadis yang lain. Rasulullah Muhammad saw. pun juga menggunakan cuka sebagai teman makanan. Pada saat itu, Rasulullah menggunakan sambal cuka untuk teman makan roti. Pastinya ini adalah cuka-vinegar, bukanlah cuka yang berasal dari khamr.

Komentar Facebook
0