Hal-hal Yang Harus Dipenuhi Selama Antum Berangkat Menuju 211

GAMBAR: sabak/sukron
Masih terkait tentang pembakaran bendera oleh Banser yang berujung pada aksi bela tauhid yang digelar hari Jumat, 2 November 2018 di depan Istana Khalifah Presiden Indonesia. 

Oleh sebab itu, saya menawarkan kepada peserta aksi bela tauhid untuk memerhatikan syarat dan rukun melakukan aksi tersebut.

Jika sebuah aksi/tindakan bisa disebut sebagai ibadah, maka setidaknya ia harus mempunyai syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Bila tidak, maka otomatis tindakan tersebut akan menjadi tidak sah, alih-alih malah bisa menjatuhkan pelakunya pada tindakan yang batil alias sia-sia. Simak baik-baik syarat dan rukunnya sebagai berikut:

Bab – Aksi 211

Fashlun fi Syuruthi 211

PERTAMA – Karena salat Jumat dan parade 211 telah dicampur menjadi satu. Maka tidak sah bila hanya melaksanakan salat Jumatnya saja, atau parade 211-nya saja. Harus dua-duanya. Bila parade ini dianggap semacam pawai, yang pesertanya tampil menggunakan identitas riasan jenis tertentu. Maka jama’ah parade yang berstatus sebagai anak kecil dan orang sakit mereka hanya diperbolehkan mengikuti salat Jumatnya saja, sebab itu yang wajib, sedangkan melaksanakan pawai itu tiada hukumnya.

Kalau ada perempuan bagaimana?

Mudah saja, Ia tak perlu salat Jumat sekaligus tak usah pawai, hal ini berdasar sebuah riwayat “Barangsiapa membiarkan seorang perempuan berada pada situasi-kondisi berbahaya. Maka sesungguhnya itu merupakan dosa terbesar bagi laki-laki. Dan hanya seorang pecundang yang membiarkan hal itu” Kuroasun Sanjiyun alias Sanji Kun

KEDUA- Islam, akil-baligh dan berakal.

Syarat yang kedua ini adalah syarat wajib melaksanakan salat Jumat. Sedangkan parade 211 tidak mensyaratkan semua itu. Yang hendak ikut pawai tak harus Islam, tak perlu pula berusia dewasa, bahkan balig. Apalagi berakal, ingat untuk menjadi salah satu peserta parade 211 sekali lagi, tidak ada syarat mempunyai akal untuk mengikuti rute pawai secara penuh.

Baca juga:  Hati Suhita; Penanda “Kebangkitan” Sastra Pesantren? (Bag. 3 - Selesai)

KETIGA- Membawa pakaian identitas yang jelas. 


Jika antum membawa sorban-sarung-peci-topi-bendera yang terdapat kalimat tauhid yang lafalnya terdapat di al-Qur’an. Maka keberadaan pakaian tersebut, haruslah disentuh pada kondisi suci dari hadats besar dan kecil. Jangan sampai muncul temanya pawai 211. Eh tapi aksesoris tauhidnya malah dipakai buat selonjoran, alas kaki, ditempat lebih rendah dari lutut, di atas selokan dan hal-hal wagu lainnya. 

Selain itu, karena rute Istiqlal-Gambir-Istana presiden itu tidaklah dekat, yang dikhawatirkan nanti bisa-bisa benderanya digunakan untuk lap keringat, kan wagu tur saru. Ckckck

(Tanbihun: Bagi yang tidak membawa aksesoris parade akan ada acara pembagian kaos dan bendera secara cuma-cuma, jangan sampai dilewatkan)

KEEMPAT- Bawa Uang.

Sudah dari semenjak dahulu manusia diciptakan dengan berbagai sudut pandang. Beberapa Ormas Islam mungkin tak setuju dengan kemajemukan Agama orang Indonesia. Mereka juga bisa tak setuju dengan Indonesia yang memberhalakan thaghut bernama Pancasila. Namun, untuk urusan Rupiah Indonesia? Fix! Kita semua sepakat. Tiada perbedaan.

Hal ini berfungsi bila jatah kaos atau bendera ternyata sudah habis dibagi. Maka kalian harus membelinya ketika di jalan.

Cukup untuk syaratnya, sekarang kita beranjak pada rukun-rukun melaksanakan parade tauhid 211.


Fashlun fi Arkani 211.

Baca juga:  Jangan Memahami Hadis Secara Sepotong: Ketahuilah Keseluruhan Konteksnya

Fasal ini menerangkan mengenai rukunnya 211 yakni sebagai berikut:

NIAT – Seperti layaknya perbuatan yang lain, niat selalu wajib menyertai sebuah perbuatan. Kenapa butuh niat? Karena niat berfungsi untuk membedakan antara perbuatan manusia yang bernilai ibadah, dan yang tidak ada nilai ibadahnya. Niat mempunyai fungsi sebagai pembeda antara ibadah dan tidak.

Niat salat jumat di Istiqlal lafal niatnya masih sama seperti yang dilakukan umumnya laki-laki muslim, lafal niatnya tak perlu susah-susah diganti, tetap mustaqbilal qiblati (menghadap kiblat).

Namun, sekali lagi namun, catat! ketika nanti saat sudah mulai pawai, niatnya tinggal diubah menjadi ‘mustaqbilal istana presiden’ atau boleh juga ‘mustaqbilal jokowi’ dan yang terakhir ‘mustaqbilal #gantipresiden2019’ dengan kode jari telunjuk dan ibu jari. Jangan hanya telunjuk saja ya.

TAKBIR – Karena benar-benar tak ada sebuah kondisi yang memaksa untuk mengeluarkan takbir, dari keberadaannya yang khas ada di salat dan hari raya. Maka takbir pada rute ini merupakan sebuah pembaharuan nan kreatif (bid’ah) demi mendapatkan hukum yang sesuai dengan pikiran peserta. 


Tapi ingat, bahwa mengintervensi hukum itu bukan sebuah sifat warga negara yang baik, mengeluarkan takbir di depan umum selayaknya juga tidak elok bila hanya menambah kegaduhan dan bisa mengganggu ketertiban umum.

TERTIB – Tertib di sini bukan diartikan tertib dalam Bahasa Arab yang artinya berurutan ya. Tertib di sini diartikan dalam bahasa Indonesia, yaitu tidak membuat gaduh. Sebab rukun sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan tertib.


Jika kemudian menimbulkan bahaya yang lebih besar, maka lebih baik ditiadakan saja. Sekalipun dengan istilah mengatas-namakan seluruh umat Islam yang sakit hatinya, namun sudah ada proses hukum yang telah dijalani. 

Hormati hukum, dan laksanakan tugas warga negara dan muslim yang saleh. Tak perlu sampai ngotot berteriak-teriak sekencang-kencangnya meniup di depan mic. Toh konon katanya malaikat Isrofil saja saat meniup sangkakala kelak hanya sebanyak 3 kali tiupan saja.

Baca juga:  Meneladani KH. Arwani Amin Kudus, Penulis Kitab Faidhul Barakat Fi Sab'il Qiraat

Niat-Takbir-Tertib. Itulah rukun yang harus dilaksanakan. Niat peserta harus selaras dengan perbuatan pertama apa yang dia tunjukkan, jika 211 ingin takbir maka selayaknya masjid Indonesia full sudah 5 kali waktu pasti ada takbirnya. 


Jika nanti tak berujung ketertiban dan hanya terus-menerus menampilkan fitnah kedunguan perbuatan seorang umat muslim, maka lebih baik tidak perlu dilakukan.

Syarat dan rukun yang terpenuhi sempurna maka baru bisa dinilai sah tidaknya sebuah pekerjaan. Jika tidak terpenuhi salah satu unsur dari syarat dan rukunnya hal ini akan berakibat fasad atau rusaknya sebuah perbuatan. 


Seperti dalam rukun: tidak terjadinya ke’tertib’an umum. Seperti dalam Syarat: tidak adanya uang, itu malah nanti hanya membuat repot pemerintah. Sudah jauh-jauh datang ke pawai tapi tidak ada biaya untuk pulang ke rumah. Pemerintah juga khan yang harus menyarikan transportasi.

Terima kasih sudah memperhatikan syarat dan rukun pawai 211, semoga bermanfaat dan bisa menambah afdol kegiatan peserta para mukallaf sekalin. Selamat karnaval, tampilkan wajah muslim yang tertib, tidak mengganggu kemashlahatan. Sekian.

Penulis: Mujib Romadlon, Redaksi
Komentar Facebook
0