Cara Melestarikan Haji yang Mabrur

SABAK.OR.ID – Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam, dari tahun ke tahun menunjukkan antusias yang sangat tinggi untuk melaksanakan ibadah haji. Karena, ibadah haji merupakan puncak dari jenjang rukun Islam, yang hanya bisa dilaksanakan di tanah suci pada waktu tertentu.

Haji yang mabrur sangat terkait dengan tingkah laku seseorang yang telah menyelesaikan ibadah haji, karena kemabruran itu sendiri adalah aplikasi dari berbagai nilai, hikmah dan keutamaan ibadah haji.Selepas menunaikan ibadah haji, hal yang paling menjadi tujuan utama para jamaah adalah memperoleh predikat haji mabrur.

Dilansir oleh CNN Gubernur DKI Jakarta memutuskan menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) keputusan tersebut diambil setelah kasus positif Covid-19 di Jakarta terus meningkat dan jumlah kematian melonjak drastis.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan pertama kali 10 April 2020 dan diberlakukan selama beberapakali. Hingga saat ini PSBB masih diterapkan dari tanggal 11-25 Januari 2021, bukan hanya DKI Jakarta yang melakukan kebijakan tersebut.

Pemerintah juga menegaskan PSBB ketat atau istilah barunya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang akan berlaku di daerah Jawa dan Bali. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menko Perekonomian dan juga ketua KPC- PEN Airlangga Hartarto.

Baca juga:  Mendukung Jokowi atau Prabowo, Haruskah Menjadi Cebong dan Kampret?

Memahami ini, kondisi wabah Covid-19 merupakan peluang yang sangat terbuka bagi kaum muslim yang sudah melaksanakan ibadah haji sebelumnya, agar ia dapat meraih haji mabrur.

Berikut upaya-upaya meraih kemabruran haji.

Pertama, pengambilan sikap untuk berbuat sesuai aturan, sebagai realisasi pengambilan miqat ihram, sehingga seorang muslim senantiasa dituntut untuk selalu bermiqat dalam satu hal yang akan dikerjakannya untuk berbuat sesuai dengan aturan.

Kedua, menjaga serta mengontrol diri dengan aturan dan ketentuan yang mengikatnya.

Ketiga, senantiasa lebih mendahulukan serta mementingkan panggilan Allah dan tidak membaurkanya dengan niat, pikiran dan tujuan lain.

Keempat, memperjuangkan syiar Allah, sehingga Islam menjadi agama yang benar-benar dapat dihayati sebagai agama yang luhur.

Kelima, introspeksi diri dalam setiap saat, apakah dan bagaimanakah ia semestinya bersikap dan berbuat. Sesuai dengan amanat dari Amirul Mu’minin Umar Al Khattab Ra yaitu “Intropeksi dirimu sebelum diinterogasi dihari perhitungan kelak”

Keenam, menghindari aktivitas yang dapat berdampak negatif dalam lingkungan kehidupan. Hal tersebut merupakan realisasi untuk tidak berburu binatang buruan, memotong pepohonan dan menyakiti hati orang lain saat di tanah suci.

Baca juga:  Klasifikasi Amal ketika Hidup atau Mati

Tujuh, berjiwa toleransi dan saling menghormati antar sesama manusia.

Delapan, cinta kedamaian, berjiwa sosial dan tolong menolong. Hal tersebut merupakan realisasi dari makna berjamaah dalam rangkaian Ibadah.

Sebenarnya masih banyak lagi cara-cara meraih haji mabrur, namun sekiranya delapan hal tersebut sudah cukup untuk mewakili, apabila diupayakan dengan cara mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, makan dapat mengantarkan diri seseorang untuk membentuk jati diri yang Islami.

Sebagaimana dijelaskan oleh Syeh Hassan Muhammad Al Mussyat yaitu “Tanda-tanda kemabruran haji seseorang apabila mampu membentuk kepribadiannya setelah melaksanakan haji berubah menjadi lebih baik daripada sebelumnya dan tidak mengulang kemaksiatan.

Haji mabrur itu ditunjukan melalui perilaku sehari-hari baik dalam konteks Hablun minallah maupun sosial masyarakat. Dalam menjaga dan memelihara kemabruran haji itu dapat dilakukan dengan mengupayakan peningkatan kualitas keberagaman itu sendiri, baik dalam tatanan iman, ibadah, amal saleh maupun akhlak.

Kemabruran haji itu harus terus dijaga dan dipelihara sepanjang waktu dalam hidupnya, jika para jamaah haji mengimplementasikan kualitas kemabruran hajinya di masyarakat, maka hal itu dapat membentuk karakter bagi pengamalnya.

Komentar Facebook
0