Curcol si Santren dan si Sanial
Ilustrasi: rizkamldna
Penulis: Hasan Fauzi Sabiq
Santren merupakan seorang yang mempelajari agama dari kecil, dan lama tinggal di Pesantren kampungnya. Sedangkan
Sanial seorang milenial, produk media, yang memiliki kesadaran agama di saat dia sudah dewasa dan belajarnya
kebanyakan dari medsos. Santren adalah guru les kelas bahasa
Inggris Sanial.
Sehabis salat maghrib, si Santren mencari makan malam dengan
temannya di sebuah warung makan. Pinggir sungai, sambil mendengarkan gemercik aliran air yang yang menerjang bebatuan.
“Mbak, pesen makan dong!”. Si Santren
memesan.
Sambil membawa selembar kertas dan bolpoin. Seorang perempuan cantik melaju ke arah si Santren.
”Ini mas kalo mau
pesan, tulis dulu yaa!”.
Suaranya sungguh merdu dan sopan sekali.
Si Santren sempat bergumam sambil cekikikan. ”Gimana ya kalau perempuan
ini jadi istriku? ”.
Selesai menulis pesanannya, si Santren menyerahkan kepada wanita tadi. Sambil menunggu pesanan, si Santren melihat orang-orang
sekelingnya. Mereka bersenda gurau melepas penat karena dari pagi sampai siang,
mereka belajar bahasa Inggris.
Saat si Santren melihat sekelilingnya, tiba-tiba ada si Sanial
menghampirinya.
”Sir, sering makan di
sini juga?”.
“Iya” jawab si Santren.
Si Santren dan si Sanial kemudian bercerita, ngobrol kesana-kemari. Di sela-sela obrolan. Ada suara.
”Mas, ini ayam geprek dan es tehnya”.
“Oh, iya mbak cantik,
terimakasih”. Sahut si Santren.
“Ayo makan! Udah makan belum sampeyan?”. Ajak si Santren
ke si Sanial.
“Oh udah, silahkan Sir”. Jawab si Sanial.
Obrolan terus berlanjut sembari si Santren menikmati makanannya.
Si Sanial bertanya pada si Santren. ”Sir, orang jawa itu baik-baik ya?”.
“Iya dong, baik banget”. Sahut si Santren, sambil cengengesan, karena dia merasa disanjung sebagai orang jawa.
“Tapi kenapa ya, temen kelas ku orang jawa, kok rambutnya panjang dan pakai kalung? Bukannya itu haram, Sir?”. Tanya si Sanial.
Dengan mimik yang berubah agak serius, si Santren menjawab.
”Hush, jangan secepat itu bilang haram! Karena dalam benakku, kalau haram itu identik dengan hal yang tidak baik dan dosa”.
“Loh tapi ada dalilnya kan, Sir?” Timpal si Sanial.
“Iya tahu, maksud sampean mungkin dalil; Barang siapa menyerupai
suatu kaum maka dia termasuk dari golongannya. Tapi apa sampean udah pelajari
benar-benar, menyerupai itu dhahir (luar) apa batin (dalam) juga”. Jawab Si Santren.
Si Sanial agak terdiam dan menunduk dan si Santren melanjutkan
penjelasannya.
”Kalau saya boleh saran, jangan terlalu cepat menghukumi seseorang!”.
Si Sanial hanya mengangguk dan diam saja. Akhirnya si Santren mencairkan
suasana dengan pura-pura menggoda perempuan yang ada di sekelilingnya, dan
merekapun tertawa. Sampai salah satu dari mereka sakit perut dan mengeluarkan air mata.
Si Santren menghabiskan ayam geprek dan es tehnya. Dia kemudian tanya pada
teman muridnya, yang dari tadi duduk dan diam di sampingnya, sambil terus mendengarkan obrolan.
”Bro, ente bawa rokok?”.
“Wah, ngapurone, habis Sir”. Jawab
temannya.
“Oh iya lupa. Aku barusan beli rokok ding. Saya taruh di jok motor. Sek, tak ambil dulu”. Kata si Santren.
Sehabis ambil rokok, si Santren balik ke meja makan dan mengambil korek
dari dalam saku celananya.
Setelah menyalakan rokok, si Santren bertanya pada
si Sanial.
”Sampeaan sering mengikuti
atau membaca medsos tentang hijrah dan jihad?”.
Menurut sampean apa hijrah itu seperti yang ada di medsos?”.
Si Sanial hanya terdiam dan tak mengeluarkan satu kata pun.
“Seingat saya, Nabi Muhammad saw. dulu itu hijrah ketika beliau
dalam keadaan yang sangat kepepet di Makkah dan harus hijrah ke Madinah, karena
serangan orang kafir yang sudah begitu militan.” Lanjut si
Santren.
Sekali lagi Si Santren menjelaskan.
”Terus, apa sih pengertian jihad? Setahuku sebelum Islam hadir, jihad itu hanya dimaknai ketika
seseorang gugur di medan perang melawan orang kafir. Tapi sekarang, pengertian jihad
diperluas menjadi tak hanya orang berperang”.
“Misal ketika seorang ibu melahirkan anak, dan ia meninggal, maka dia juga disebut syahid. Orang menuntut ilmu meninggal, dan masih
banyak lagi. Dari situ, kita bisa melihat bahwa Nabi memberikan pemahaman sesuai konteks, bukan mempersempit. Tapi di era sekarang, orang-orang
kok seneng mempersempit istilah seperti hijrah hanya dengan memakai
jilbab panjang dan tertutup semua, dan jihad dengan menyerang lawan politik. Kan,
jadi piye ngono rasane”.
Si Sanial hanya mengangguk tanpa komentar apapun. Dia sedikit sadar
selama ini hanya belajar lewat medsos, dan yang muncul yang begitu-itu.
Suara adzan salat Isya pun berkumandang, dan mereka pun saling berpamitan untuk kembali ke asrama masing-masing.
Posting Komentar untuk "Curcol si Santren dan si Sanial"